Perahu Kecil


Hei perahu kecil, kau akan pergi? Kemana kau akan berlayar? Jangan jauh-jauh ya, aku takut susah menemukanmu.
Oh ya perahu kecil, bolehkah aku menitipkan sesuatu?
Tolong berikan surat yang berada dalam botol kaca ini pada pangeran berkuda putihku, dia telah pergi perahu kecil, aku tak tau kemana ia akan pergi.
Aku masih ingat percakapanku denganya,
“ what will you do if I go?”
“I’ll do nothing, silakan saja kalau itu mau mu”
“Hei please, janga begini aku masih belum siap. Aku  masih jadi pencemburu”
“pergi saja kalau itu maumu”
“Ayolah jangan begini,  biar tak ada pihak yang terugikan, ku mohon.”
“Lantas maumu apa?”
“Aku tak mau apa-apa, aku hanya ingin pergi. Itu saja.”
“Pergi itu maumu kan?”
“Kau yakin? Perlu kau tau, ini bukan alibiku untuk terlepas darimu.”
“Ya, aku yakin.”
“Baiklah kalau begitu, semoga kau baik-baik saja.”
Dia pergi . . . .
Ini semua salahku perah kecil, aku yang tak menahan dia pergi, aku yang membiarkan dia pergi begitu saja. Sebenarnya aku tak mau dia pergi, tapi saat itu aku tak tau harus berbicara apa.
Aku selalu saja begitu di situasi-situasi rumit seperti itu, ya mungkin aku masih seperti anak kecil yang tidak bisa berpikir jernih dalam situasi rumit.
Katakan juga pada pangeran berkuda putihku
“ Aku masih stagnan, menunggu kau kembali, maafkan sikapku waktu itu” ,
 jangan lupa ya perahu kecil . . .
Diluar sana hujan  kau akan kebasahan, apa kau akan baik-baik saja?
Oh perahu kecil kau harus baik-baik saja, kau harus sampaikan surat dalam botol kaca ini padanya, kumohon.
 Aku berharap dia bisa menerima surat ini, lalu membacanya.
Terimakasih sebelumnya ya perahu kecil, semoga kau bertemu dengan pangeran berkuda putihku. Selamat jalan . . .

0 komentar: