Jalan setapak menuju rumah sederhana berlantai marmer hitam,
pohon rambutan berbatang kokoh dengan ranting yang menjorok kemana-mana dan
daun yang rimbun berada tepat disebelahnya.
Bau rerumputan yang basah karena embun dipagi hari, bau yang
masih sama.
Tanah gemburnya masih sama, masih sama saat cucu bungsumu
berlari-lari kecil dengan satu buah balon merah muda ditangannya. Tertawa
terbahak-bahak memamerkan gigi kariesnya, karena aku suka permen dan coklat.
“Abah, abah, abah... dede gaduh balon!”
Kaki kecil yang terus berlali lurus kedepan tak melihat apa
yang ada dibawah, aku hilang aku
terjelembab ketanah basah pagi itu. Satu bongkah batu sebesar kepalan orang
dewasa, ah pantas saja aku jatuh karena itu.
Kau melihatku dengan sorot mata penuh kekhawatiran, karena
suara tangisku yang keras serta memanggil-manggil namamu. Dengan sedikit
berlari kau datang menghampiriku, lalu memangkuku dengan kedua tangan
keriputmu.
“ tuh da dede mah lulumpatan wae, jadi we geubis. Nyeuri
teu? Henteunya kan tadi emamna sareng sayur bayem, jadi kuat jiga popay.”
Bayam, itu menu favoritku waktu aku kecil.
Aku suka karena aku suka kartun popay, popay yang selalu
melindungi Olive pacarnya dari si jahat brutus dengan cara dia memakan popay
sebelum melawan brutus, setelah makan bayam dia menjadi kuat, sampai-sampai
otot lenganya seperti gundukan tanah. Lucu memang.
Balkon kayu coklat tuapun ikut tak berubah, tempat aku dan
beliau menikmati sebatang lolipop rasa stroberi yang manis sembaring menunggu
sang bola raksasa warna kuning tenggelam di pematang sawah untuk beristirahat
setelah bersinar dua belas jam, langit yang indah.
Hampir setiap hari beliau membelikannya untuk kami nikmati
bersama di sore hari. Masih teringat, beliau selalu memberikan tempat paling
istimewa saat pawai iring-iringan lewat dengan cara mendudukanku diatas
bahunya, meskipun tak sekuat dulu karena termakan usia.
Saat padi hijau masih diselimuti embun beliau selalu
mengajaku menyusuri pematang sawah dengan tujuan memberikan paru-paru kami
udara yang kaya akan oksigen, udara yang segar.
Abah maaf, cucu bungsumu belum sempat memberikan hal indah
terbaik dalam hidupmu, tapi jangan takut . . aku rutin membersihkan pusaranmu
dari daum kering yang berjatuhan, aku juga selalu mendo’akanmu agar kau selalu
mendapatkan temapat mulia disisNya selalu.
Salam hangat selalu untukmu Abah :)
0 komentar: